Waspada Ebola Virus Disease
Tantangan terbesar dunia kesehatan dewasa ini tak pelak adalah berjangkitnya penyakit pada manusia akibat serangan berbagai virus yang semula hanya diketahui menyerang berbagai jenis binatang. H5N1 alias virus yang semula hanya menyerang bangsa unggas (avian) dan mendadak menjadi virus mematikan penyebab Avian Influenza (Flu Burung) ketika menyerang manusia. Baru-baru ini kita juga dicengangkan dengan serangan virus influenza yang berasal dari Onta yang kemudian dikenal sebagai penyebab penyakit MERS (Middle East Respiratory Syndrome).
Satu dasawarsa ke belakang, dunia juga dikejutkan dengan epidemi EbolaVirus Disease (EVD). Setelah agak lama tidak terdengar beritanya, pada Maret 2014 tiba-tiba Ebola yang inang virusnya adalah Simpanse, Kera, dan Kelelawar buah, kembali mengganas di Afrika Barat, kawasan yang menjadi daerah sebaran Ebola. Korban terbanyak ditemukan di negara-negara Guinea, Sierra Leone, dan Liberia.
Mengenal Ebola
Penyakit Ebola adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Ebola. Penyakit ini menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan masyarakat karena berpotensi menyebar dan memiliki angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 90% . Meskipun sejauh ini belum ada WNI yang tertular kasus ini baik di negara terjangkit maupun di Indonesia, namun masyarakat diimbau untuk tetap mengetahui mengenai perjalanan penyakit ini guna meningkatkan kesadaran tentang perlidungan diri untuk mencegah penyebaran virus Ebola
Dari Mana Ebola Berasal?
Ebola pertama kali diketahui pada 1976, menyerang manusia di Nzara (Sudan) dan Yambuku (Zaire, sekarang bernama Republik Demokrasi Congo). Ebola adalah sebuah sungai di Yambuku yang kemudian disematkan sebagai nama virus (Ebolavirus atau Ebov) dan nama epidemi (EVD = Ebola Virus Disease atau EHF = Ebola Hemorrhagic Fever) yang disebabkannya. WHO menyatakan Ebola sebagai “salah satu penyakit akibat virus paling mematikan yang dikenal manusia”.
Ebolavirus diklasifikasikan ke dalam keluarga (family) Filoviridae dari jenis (genus) Mononegavirales. Ada empat genus virus yang diketahui menjadi penyebab utama EVD. Yang pertama adalah jenis virus yang ditemukan di Zaire dan disebut sebagai Ebolavirus atau EBOV. Jenis berikutnya adalah Bundibugyo virus (BDBV), Sudan virus (SUDV), dan Tai Forest virus (TAFV). Penamaan jenis-jenis virus berdasar tempat pertama kali virus ditemukan. Jenis Ebov ke lima adalah Reston virus (RESTV) yang diketahui menyerang inang tetapi diduga atau belum ditemukan bukti menyebabkan EVD pada manusia.
Bagaimana Penularan Ebola?
Ebola menular pada manusia dari hewan inang melalui:
Kontak dengan darah atau cairan tubuh hewan inang yang terinfeksi.
Ebola bisa menular dari manusia ke manusia, juga melalui kontak terhadap darah atau cairan tubuh dari penderita
Kontak terhadap jasad orang yang terinfeksi saat pembersihan dan pengkafanan jenazah juga bisa menularkan virus.
Kontak terhadap peralatan medis (misalnya jarum suntik) yang tercemar virus ini juga bisa menjadi penyebab penularan.
Hubungan badan yang disertai pertukaran cairan tubuh dari penderita
Ebov tidak ditularkan melalui udara serta tidak menyebar melalui makanan dan air.
Apa saja Gejalanya?
Virus yang menginfeksi manusia memiliki masa inkubasi antara 2 – 21 hari namun yang paling sering dijumpai gejala mulai nampak antara 5 – 10 hari setelah terinfeksi. Gejalanya bervariasi dan sering muncul tiba-tiba. Gejala yang muncul antara lain: demam mendadak tinggi, lemah, kelelahan, sakit tenggorokan, sakit kepala, diiringi rasa sakit pada jaringan otot dan perut, muntah, diare, dan kehilangan nafsu makan juga merupakan gejala umum serangan EVD.
Beberapa gejala yang timbul tetapi tidak umum dijumpai pada penderita EVD adalah rasa sesak di tenggorokan, cegukan, nafas pendek-pendek, dan kesulitan menelan.
Gejala awal EVD sepintas mirip dengan gejala yang sering muncul pada penderita Malaria, Demam Dengue (demam berdarah), atau jenis-jenis demam tropis lainnya yakni gejala seperti disebut di atas, munculnya bercak-bercak merah pada kulit (dalam 50% kasus EVD gejala ini muncul), kemudian berlanjut pada fase perdarahan.
Dalam 40% - 50% kasus EVD timbul perdarahan pada saluran pencernaan, hidung, vagina, dan gusi. Pada fase perdarahan yang biasanya mulai terjadi 5 – 7 hari setelah infeksi, perdarahan di dalam tubuh bisa ditengarai dengan mata memerah, muntah darah (muntahan disertai gumpalan-gumpalan kecil berwarna hitam), BAB berwarna hitam, mimisan, gusi berdarah dan perdarahan di bawah permukaan kulit terindikasi dengan munculnya petechiae, purpura, ecchymosis, dan hematoma (memar terutama pada daerah sekitar yang terkena jarum suntik). Secara umum, gejala perdarahan berkembang menjadi prognosis yang memburuk dan kehilangan darah bisa menyebabkan kematian.
Pasien EVD selalu menunjukkan beberapa gejala atau bahkan keseluruhan gejala di atas termasuk gangguan pada pembekuan darah. Apabila 7 – 16 hari setelah gejala awal muncul, pasien yang tidak mendapat pengobatan akan mengalami sindrom disfungsi berbagai organ tubuh yang berakibat fatal (kematian). Angka kemungkinan kematian terhadap orang yang terserang EVD antara 50% - 90%.
Pencegahan
Mencegah penyakit lebih baik daripada mengobati. Dalam kasus EVD, cara paling efektif adalah melakukan pencegahan karena hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang teruji mampu melawan virus Ebola. Berbagai upaya menghasilkan vaksin EVD terus dilakukan, tetapi belum ada yang secara resmi diakui dan disahkan penggunaannya secara medis oleh badan-badan kesehatan dunia.
WHO telah mengijinkan secara etik penggunaan Zmapp, sejenis obat Ebola yang sebenarnya belum teruji klinis dan disahkan. Zmapp pernah diuji cobakan pada dua orang misionaris Amerika yang terindikasi tertular EVD. Kedua “kelinci percobaan” itu menyatakan kondisi tubuhnya membaik. Seorang pastur asal Spanyol juga mendapat Zmapp, tetapi meninggal tak lama kemudian. Perusahaan farmasi asal Amerika yang memproduksi Zmapp menyatakan telah mengirim obat tersebut dalam jumlah besar ke Afrika Barat dan diberikan secara gratis kepada penderita EVD. Perusahaan farmasi asal Kanada juga mengirim 1.000 dus obat Ebola produksi mereka walau status obat tersebut masih tahap uji coba.
Karena belum ada obat yang benar-benar teruji, penderita EVD biasanya hanya mendapat perawatan intensif yang bersifat supportif untuk menyeimbangkan cairan dan elektrolit, mempertahankan tekanan darah dan kadar oksigen dalam tubuh. Penderita sering mengalami dehidrasi dan untuk menambah kekuatan tubuh harus mendapat suplai cairan elektrolit secara oral (seperti oralit) atau melalui cairan infus.
Pencegahan EVD yang dianjurkan adalah:
Secara rutin membersihkan kandang ternak (karena virus dari inang kerap berpindah ke hewan ternak, dari hewan ternak berpindah ke manusia) dan melakukan suci hama (desinfekstan) untuk mencegah penyebaran virus.
Tidak boleh melakukan kontak dengan hewan (termasuk ternak) tanpa menggunakan pelindung berupa sarung tangan, masker, maupun baju pelindung.
Jika ditemukan serangan EVD terhadap hewan (termasuk ternak), kawasan sekitarnya harus diisolasi dan hewan yang terjangkit dimusnahkan.
Mencegah kontak fisik dengan penderita EVD.
Memakai alat pelindung diri saat merawat penderita EVD
Memakai alat pelindung diri saat bersentuhan dengan benda yang berpotensi terkontaminasi cairan tubuh penderita
Segera mencuci tangan setelah menengok pasien EVD di rumah sakit atau setelah merawat pasien di rumah.
Segera memberi informasi kepada pihak berwenang ketika mengetahui ada orang atau hewan terserang atau mengalami gejala serangan EVD.
Penderita EVD yang meninggal harus dimakamkan secepat mungkin dengan cara pemakaman yang aman. Tidak dibenarkan melakukan kontak langsung terhadap jenazah penderita.
Joko windoro/dokterkuonline.com
Medical reviewed by dr. Novie Hediyani, MKK
Sumber:
euronews.com
wikipedia
http://puskeshaji.depkes.go.id/webs/berita-372-waspada-ebola.html
sumber lain.